Wednesday, 14 November 2012

Kronologis Sejarah Dibentuknya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi / BP Migas, dan Alasan Mengapa BP Migas Dibubarkan


Berikut ini merupakan sejarah kronologis dibentuknya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak atau BP Migas, yaitu:
 

Tahun 1984:
- Lapangan minyak yang ada di Indonesia ( Hindia Belanda ) dikuasai oleh delapan belas perusahaan Belanda, Inggris, serta Amerika Serikat.


Tahun 1960:
- Presiden Soekarno mengadakan nasionalisasi serta mengubah bentuk kontrak migas.
- Eksploitasi migas hanya boleh dilakukan oleh Negara ( Undang- Undang Nomor 44 Tahun 1960 ).


Tahun 1961-1971:
- Perusahaan Migas nasional mengadakan konsolidasi serta melakukan pengambilalihan aset.
- Kilang-kilang penyulingan minyak serta aset lainnya kepunyaan asing, dibeli oleh Negara serta diserahkan ke Pertamina.

Periode Orde Baru:
- Pertamin dan Permina digabung menjadi Pertamina ( Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 ).
- Pertamina diberikan kekuasaan terhadap pertambangan, dapat memilih kontraktor penggarap blok migas, dan menandatangani kontrak bagi hasil.

Tahun 1996:
-Pemerintah mengajukan RUU Migas yang baru, guna memisahkan peran antara regulator dan operator.
-Usulan kemudian ditolak oleh DPR saat itu.


Tahun 1999:
Pemerintah kembali melakukan pengajuan RUU Migas ke DPR di tahun 1999, sebagai akibat adanya krisis ekonomi di tahun 1996-1998.


Tahun 2001:
- RUU Migas kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001.
-Untuk mengantisipasi perubahan Undang-Undang ini, maka BPPKA mulai dilepas dari Pertamnia serta kemudian diubah menjadi Direktorat Manajemen Production Sharing ( MPS ).
- MPS kemudian berubah menjadi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas ( BP  Migas ) di tahun 2002.


Apa yang kemudian menjadi alasan dibubarkannya BP Migas per 13  November 2012?
 

1. Mahkamah Konstitusi menilai BP Migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 mengenai minyak dan gas bumi, bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum , akibatnya mesti dibubarkan.

2. Mahkamah Konstitusi menyatakan pendapat bahwa Undang-Undang Migas itu akan membuka terjadinya liberalisasi pengelolaan migas , sebab sangat dipengaruhi pihak asing.

Pola "unbundling" yang memisahkan kegiatan hulu dan hilir disinyalir sebagai usaha pihak asing untuk memecah belah industri migas nasional, akibatnya bisa mempermudah penguasaan.

3. Untuk mengisi kekosongan hukum sementara ini, kewenangan BP Migas akan dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu Menteri ESDM/BUMN.

No comments:

Post a Comment